NEGARA HUKUM
Aristoteles merumuskan Negara hukum adalah Negara yang berdiri di atas hukum yang menjamin keadilan kepada warga negaranya. Keadilan merupakan syarat bagi tercapainya kebahagiaan hidup untuk warga Negara dan sebagai daripada keadilan itu perlu diajarkan rasa susila kepada setiap manusia agar ia menjadi warganegarayang baik. Peraturan yang sebenarnya menurut Aristoteles ialah peraturan yang mencerminkan keadilan bagi pergaulan antar warga negaranya .maka menurutnya yang memerintah Negara bukanlah manusia melainkan “pikiran yang adil”. Penguasa hanyalah pemegang hukum dan keseimbangan saja.
Negara harus menjadi Negara Hukum, itulah semboyan dan sebenarnya juga daya pendorong daripada perkembangan pada zaman baru ini. Negara harus menentukan secermat-cermatnya jalan-jalan dan batas-batas kegiatannya bagaimana lingkungan (suasana) kebebasan itu tanpa dapat ditembus. Negara harus mewujudkan atau memaksakan gagasan akhlak dari segi negara, juga secara langsung, tidak lebih jauh daripada seharusnya menurut suasana hukum. Inilah pengertian Negara Hukum, bukannya misalnya, bahwa negara itu hanya mempertahankan tata hukum saja tanpa tujuan pemerintahan, atau hanya melindungi hak-hak dari perseorangan. Negara Hukum pada umumnya tidak berarti tujuan dan isi daripada Negara, melainkan hanya cara dan untuk mewujudkannya.
Ide Negara Hukum, selain terkait dengan konsep ‘rechtsstaat’ dan ‘the rule of law’, juga berkaitan dengan konsep ‘nomocracy’ yang berasal dari perkataan ‘nomos’ dan ‘cratos’. Perkataan nomokrasi itu dapat dibandingkan dengan ‘demos’ dan ‘cratos’ atau ‘kratien’ dalam demokrasi. ‘Nomos’ berarti norma, sedangkan ‘cratos’ adalah kekuasaan. Yang dibayangkan sebagai faktor penentu dalam penyelenggaraan kekuasaan adalah norma atau hukum.
Lebih lanjut Friedrich Julius Stahl mengemukakan empat unsur rechtstaats dalam arti klasik, yaitu:
1. Hak-hak asasi manusia;
2. Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak-hak itu (di negara-negara Eropa Kontinental biasanya disebut trias politica);
3. Pemerintah berdasarkan peraturan-peraturan (wetmatigheid van bestuur);
4. Peradilan administrasi dalam perselisihan.
Aristoteles merumuskan Negara hukum adalah Negara yang berdiri di atas hukum yang menjamin keadilan kepada warga negaranya. Keadilan merupakan syarat bagi tercapainya kebahagiaan hidup untuk warga Negara dan sebagai daripada keadilan itu perlu diajarkan rasa susila kepada setiap manusia agar ia menjadi warganegarayang baik. Peraturan yang sebenarnya menurut Aristoteles ialah peraturan yang mencerminkan keadilan bagi pergaulan antar warga negaranya .maka menurutnya yang memerintah Negara bukanlah manusia melainkan “pikiran yang adil”. Penguasa hanyalah pemegang hukum dan keseimbangan saja.
Negara harus menjadi Negara Hukum, itulah semboyan dan sebenarnya juga daya pendorong daripada perkembangan pada zaman baru ini. Negara harus menentukan secermat-cermatnya jalan-jalan dan batas-batas kegiatannya bagaimana lingkungan (suasana) kebebasan itu tanpa dapat ditembus. Negara harus mewujudkan atau memaksakan gagasan akhlak dari segi negara, juga secara langsung, tidak lebih jauh daripada seharusnya menurut suasana hukum. Inilah pengertian Negara Hukum, bukannya misalnya, bahwa negara itu hanya mempertahankan tata hukum saja tanpa tujuan pemerintahan, atau hanya melindungi hak-hak dari perseorangan. Negara Hukum pada umumnya tidak berarti tujuan dan isi daripada Negara, melainkan hanya cara dan untuk mewujudkannya.
Ide Negara Hukum, selain terkait dengan konsep ‘rechtsstaat’ dan ‘the rule of law’, juga berkaitan dengan konsep ‘nomocracy’ yang berasal dari perkataan ‘nomos’ dan ‘cratos’. Perkataan nomokrasi itu dapat dibandingkan dengan ‘demos’ dan ‘cratos’ atau ‘kratien’ dalam demokrasi. ‘Nomos’ berarti norma, sedangkan ‘cratos’ adalah kekuasaan. Yang dibayangkan sebagai faktor penentu dalam penyelenggaraan kekuasaan adalah norma atau hukum.
Lebih lanjut Friedrich Julius Stahl mengemukakan empat unsur rechtstaats dalam arti klasik, yaitu:
1. Hak-hak asasi manusia;
2. Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak-hak itu (di negara-negara Eropa Kontinental biasanya disebut trias politica);
3. Pemerintah berdasarkan peraturan-peraturan (wetmatigheid van bestuur);
4. Peradilan administrasi dalam perselisihan.
DEMOKRASI
Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.
Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independen) dan berada dalam peringkat yg sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances.
Ketiga jenis lembaga-lembaga negara tersebut adalah lembaga-lembaga pemerintah yang memiliki kewenangan untuk mewujudkan dan melaksanakan kewenangan eksekutif, lembaga-lembaga pengadilan yang berwenang menyelenggarakan kekuasaan judikatif dan lembaga-lembaga perwakilan rakyat (DPR, untuk Indonesia) yang memiliki kewenangan menjalankan kekuasaan legislatif. Di bawah sistem ini, keputusan legislatif dibuat oleh masyarakat atau oleh wakil yang wajib bekerja dan bertindak sesuai aspirasi masyarakat yang diwakilinya (konstituen) dan yang memilihnya melalui proses pemilihan umum legislatif, selain sesuai hukum dan peraturan.
Selain pemilihan umum legislatif, banyak keputusan atau hasil-hasil penting, misalnya pemilihan presiden suatu negara, diperoleh melalui pemilihan umum. Pemilihan umum tidak wajib atau tidak mesti diikuti oleh seluruh warganegara, namun oleh sebagian warga yang berhak dan secara sukarela mengikuti pemilihan umum. Sebagai tambahan, tidak semua warga negara berhak untuk memilih (mempunyai hak pilih).
Kedaulatan rakyat yang dimaksud di sini bukan dalam arti hanya kedaulatan memilih presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung, tetapi dalam arti yang lebih luas. Suatu pemilihan presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung tidak menjamin negara tersebut sebagai negara demokrasi sebab kedaulatan rakyat memilih sendiri secara langsung presiden hanyalah sedikit dari sekian banyak kedaulatan rakyat. Walapun perannya dalam sistem demokrasi tidak besar, suatu pemilihan umum sering dijuluki pesta demokrasi. Ini adalah akibat cara berpikir lama dari sebagian masyarakat yang masih terlalu tinggi meletakkan tokoh idola, bukan sistem pemerintahan yang bagus, sebagai tokoh impian ratu adil. Padahal sebaik apa pun seorang pemimpin negara, masa hidupnya akan jauh lebih pendek daripada masa hidup suatu sistem yang sudah teruji mampu membangun negara.
HUBUNGAN NEGARA HUKUM DAN DEMOKRASI
Hukum dan demokrasi merupakan sesuatu yang saling berkaitan dalam negara yang menganut sistem demokrasi. Hukum dipergunakan untuk melegitimasi kekuasaan, agar kekuasaan tersebut bisa diakui, sebaliknya hukum dipergunakan untuk mengontrol kekuasaan agar tidak bertentangan dengan demokrasi. Penguasa tidak bisa mempergunakan kekuasaannya dengan semena-mena tanpa dasar hukum atau atas nama demokrasi. Demokrasi yang pernah berlaku di Indonesia adalah demokrasi Pancasila yang secara subtansi sangat berbeda dengan demokrasi Barat.Indonesia adalah negara hukum. Term itu kemudian banyak dikaitkan dengan konsep the rule of law. Walaupun sebenarnya masih perlu diperdebatkan dan dikritisi, sebab di negara Barat sendiri konsep tersebut mulai banyak menuai kritik, karena banyak ketimpangan-ketimpangan.
Hukum dan demokrasi mempunyai hubungan yang sangat erat. Terkadang dari keduanya sering dijadikan sebagai alat untuk memuaskan nafsu berkuasa sekelompok orang sebagaimana pengalaman Indonesia pada masa Demokrasi Terpimpin atau Orde Baru dengan terjadinya Abuse of Power secara membabi buta. Secara umum demokrasi yang pernah diterapkan di Indonesia adalah demokrasi Pancasila yang ruhnya berasal dari kultul dan adat istiadat masyarakat Indonesia sendiri yang jelas sangat berbeda dengan demokrasi Barat. Demokrasi sebenarnya juga diajarkan dan dipraktekan oleh Nabi Muhammad ketika berhasil membangun sebuah negara dan konstitusi Madinah. Namun sangat disayangkan pada konteks sekarang di dunia Islam demokrasi kembali diperdebatkan keabsahannya.
ANALISIS KONDISI INDONESIA
Kondisi Indonesia kini bukan merupakan negara hukum yang murni. Penegakan hukum di Indonesia kini dikuasai kaum pejabat dan yang “ber-uang” dan menjerat rakyat-rakyat miskin sebagai korbannya. Ini tentu tidak dapat diterapkan untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Maka dari itu tentunya semua itu sangat jauh dari konsep negara hukum. Apalagi jika kita melihat fenomena produk-produk hukum (UU dan turunannya) di negeri yang dibuat dengan dana miliaran rupiah hanya untuk menjerat si miskin bertambah miskin dan tidak berdaya. Sedangkan para penguasa beserta antek-anteknya memiliki akses yang seluas-luasnya dalam berbagai izin inkonstitusional dan pemanfaatan fasilitas negara.
Banyak pernyataan yang menyebutkan bahwa hukum di negeri ini bisa dibeli. Tak heran bila orang yang memiliki uang banyak dapat mempermainkan hukum. Sedangkan sebaliknya, untuk rakyat miskin hukum menjadi sangat menakutkan. Hukum di Indonesia tidak dijalankan dengan adil. Keadilan dalam negara hukum adalah tanpa membedakan setiap orang baik dari status soial maupun dari segi lainnya. Masih jelas perlakuan yang berbeda diterapkan dalam negara ini. Perlakuan yang baik untuk yang berkuasa dan perlakuan yang buruk unutk orang yang susah.
Banyak yang bisa dijadikan contoh tentang buruknya penegakkan hukum dinegeri ini. Untuk yang berkusa hampir tidak bisa dihitung dengan jari. Namun ada satu kasus yang memilukan yang terjadi di Pengadilan Negeri Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Minah, seorang nenek yang disidang karena memetik tiga buah kakao di kebun PT Rumpun Sari Antan 4, pertengahan Agustus lalu. Untuk hadir dalam persidangan saja nenek tersebut harus menjual barang-barangmya untuk biaya transportasi. Tanpa didampingi pengacara, ia menceritakan bahwa alasannya memetik tiga buah kakao adalah untuk dijadikan bibit. Hal seperti ini seharusnya bisa diselesaikan dengan jalan kekeluargaan. Namun apa daya, sebagai rakyat kecil ia hanya bisa menerima hal itu. Jadi menurut saya kondisi Indonesia kini bukan mencerminkan suatu negara hukum.
HUBUNGAN NEGARA HUKUM DAN DEMOKRASI
Hukum dan demokrasi merupakan sesuatu yang saling berkaitan dalam negara yang menganut sistem demokrasi. Hukum dipergunakan untuk melegitimasi kekuasaan, agar kekuasaan tersebut bisa diakui, sebaliknya hukum dipergunakan untuk mengontrol kekuasaan agar tidak bertentangan dengan demokrasi. Penguasa tidak bisa mempergunakan kekuasaannya dengan semena-mena tanpa dasar hukum atau atas nama demokrasi. Demokrasi yang pernah berlaku di Indonesia adalah demokrasi Pancasila yang secara subtansi sangat berbeda dengan demokrasi Barat.Indonesia adalah negara hukum. Term itu kemudian banyak dikaitkan dengan konsep the rule of law. Walaupun sebenarnya masih perlu diperdebatkan dan dikritisi, sebab di negara Barat sendiri konsep tersebut mulai banyak menuai kritik, karena banyak ketimpangan-ketimpangan.
Hukum dan demokrasi mempunyai hubungan yang sangat erat. Terkadang dari keduanya sering dijadikan sebagai alat untuk memuaskan nafsu berkuasa sekelompok orang sebagaimana pengalaman Indonesia pada masa Demokrasi Terpimpin atau Orde Baru dengan terjadinya Abuse of Power secara membabi buta. Secara umum demokrasi yang pernah diterapkan di Indonesia adalah demokrasi Pancasila yang ruhnya berasal dari kultul dan adat istiadat masyarakat Indonesia sendiri yang jelas sangat berbeda dengan demokrasi Barat. Demokrasi sebenarnya juga diajarkan dan dipraktekan oleh Nabi Muhammad ketika berhasil membangun sebuah negara dan konstitusi Madinah. Namun sangat disayangkan pada konteks sekarang di dunia Islam demokrasi kembali diperdebatkan keabsahannya.
ANALISIS KONDISI INDONESIA
Kondisi Indonesia kini bukan merupakan negara hukum yang murni. Penegakan hukum di Indonesia kini dikuasai kaum pejabat dan yang “ber-uang” dan menjerat rakyat-rakyat miskin sebagai korbannya. Ini tentu tidak dapat diterapkan untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Maka dari itu tentunya semua itu sangat jauh dari konsep negara hukum. Apalagi jika kita melihat fenomena produk-produk hukum (UU dan turunannya) di negeri yang dibuat dengan dana miliaran rupiah hanya untuk menjerat si miskin bertambah miskin dan tidak berdaya. Sedangkan para penguasa beserta antek-anteknya memiliki akses yang seluas-luasnya dalam berbagai izin inkonstitusional dan pemanfaatan fasilitas negara.
Banyak pernyataan yang menyebutkan bahwa hukum di negeri ini bisa dibeli. Tak heran bila orang yang memiliki uang banyak dapat mempermainkan hukum. Sedangkan sebaliknya, untuk rakyat miskin hukum menjadi sangat menakutkan. Hukum di Indonesia tidak dijalankan dengan adil. Keadilan dalam negara hukum adalah tanpa membedakan setiap orang baik dari status soial maupun dari segi lainnya. Masih jelas perlakuan yang berbeda diterapkan dalam negara ini. Perlakuan yang baik untuk yang berkuasa dan perlakuan yang buruk unutk orang yang susah.
Banyak yang bisa dijadikan contoh tentang buruknya penegakkan hukum dinegeri ini. Untuk yang berkusa hampir tidak bisa dihitung dengan jari. Namun ada satu kasus yang memilukan yang terjadi di Pengadilan Negeri Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Minah, seorang nenek yang disidang karena memetik tiga buah kakao di kebun PT Rumpun Sari Antan 4, pertengahan Agustus lalu. Untuk hadir dalam persidangan saja nenek tersebut harus menjual barang-barangmya untuk biaya transportasi. Tanpa didampingi pengacara, ia menceritakan bahwa alasannya memetik tiga buah kakao adalah untuk dijadikan bibit. Hal seperti ini seharusnya bisa diselesaikan dengan jalan kekeluargaan. Namun apa daya, sebagai rakyat kecil ia hanya bisa menerima hal itu. Jadi menurut saya kondisi Indonesia kini bukan mencerminkan suatu negara hukum.
SUMBER : http://ngik-ngok.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar